TUGAS
MK: KOMUNIKASI
BISNIS
Materi : Komunikasi
Verbal, Non Verbal dan Campuran
SEMESTER : 4 (tiga)
Kampus J1 Kalimalang
Nama : Tania Harnum Rachmawati
NPM : 5A214656
Kelas :
2DF02
UNIVERSITAS
GUNADARMA
1.KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal
adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana,
2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan
untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami
suatu komunitas.
Pengertian Komunikasi Verbal
Istilah verbal dalam kamus bahasa indonesia adalah lisan, maksudnya komunikasi dilakukan antara pembicara dan pendengar hanya
menggunakan lisan saja. Mahmud Machfoedz mengungkapkan bahwa komunikasi verbal
ialah ”Komunikasi yang dilakukan secara lisan melalui
suatu percakapan”.
Sedangkan dalam ilmu komunikasi menyatakan bahwa istilah komunikasi verbal yaitu proses
penyampaian informasi berupa lisan dan tulisan. Hal ini sependapat dengan Drs.
PC Bambang Herimanto, MM bahwa: ”Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang biasa digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan
bisnis kepada pihak lain melalui tulisan dan maupun lisan”.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal adalah suatu kegiatan percakapan/penyampaian
informasi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik secara lisan
maupun tulisan.
Berikut ini contoh penggunaan komunikasi verbal
dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
- Berbicara dengan seseorang atau kelompok
orang,
- Mendengarkan radio,
- Membaca buku, majalah dan novel,
- Menulis surat lamaran, surat perjanjian jual
beli, brosur, dll.
Tujuan Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan
secara langsung bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti
berpidato atau ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat
dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap
melalui telepon. Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan
secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian
informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar,
grafik dan lain-lain.
Adapun tujuan menggunakannya komunikasi verbal
(lisan dan tulisan) antara lain:
- Penyampaian penjelasan,
pemberitahuan, arahan dan lain sebagainya,
- Presentasi penjualan
dihadapan para audien,
- Penyelenggaraan rapat,
- Wawancara dengan orang
lain,
- Pemasaran melalui
telepon, dsb.
2.
KOMUNIKASI NONVERBAL
Komunikasi nonverbal
adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal
biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar
kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan
komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis
komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang
kita lakukan sehari-hari.
Pengertian Komunikasi Nonverbal
Don Stacks dalam bukunya Introduction to Communication Theory menjelaskan
bahwa perhatian untuk mempelaji aspek-aspek dalam komunikasi non-verbal masih
sangat kecil, sehingga dari banyak referensi tentang komunikasi antar manusia,
kita lebih banyak menemukan batasan mengenai komunikasi verbal. Dicontohkannya
Frank E.X Dance dan Carl E. Larson menawarkan lebih dari seratus definisi
tentang komunikasi verbal.
Secara sederhana, komunikasi
non-verbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, Verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi
non-verbal dimaknai sebgai komunikasi
tanpa kata-kata.
Adler dan Rodman dalam
bukunya Understanding Human
Communication, batasan yang sederhana tersebut merupakan langkah awal
untuk membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut
dan verbal communication yaitu
tindak komunikasi yang menggunakan kata-kata.
Dengan
demikian, definisi kerja dari komunikasi non-verbal adalah pesan lisan dan
bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain di luar alat kebahasaan (oral and non-oral messages expressed than
linguistic means).
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994)
mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
1.
Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti,
terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan
postural.
2.
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit
sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan,
kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976)
menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah
mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang
menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk;
b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau
lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi
situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap
pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang
pengertian.
3.
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan
tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
4.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat
disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan
terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara
menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang
tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi
hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu
dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif.
Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
5.
Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya
dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
6.
Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam
hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body
image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh
dengan pakaian, dan kosmetik.
7.
Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan
cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan
arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana
(2005) disebutnya sebagai parabahasa.
8.
Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah
kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui
sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang,
takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad
digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka,
mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp
(dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan
dengan pesan verbal:
1.
Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal. Misalnya setelah mengatakan
penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
2.
Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan
dengan mengangguk-anggukkan kepala.
3.
Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap
pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir,
seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
4.
Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya,
air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan
kata-kata.
5.
Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G.
Leathers (1976) dalam Nonverbal
Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal
sangat signifikan. Yaitu:
1.
Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi
interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak
menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada
gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat
petunjuk-petunjuk nonverbal.
2.
Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang
pesan verbal.
3.
Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh
komunikator secara sadar.
4.
Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif
artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan.
Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi,
kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
5.
Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan
dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam
paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi.
Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
6.
Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi
komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara
tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain
secara implisit (tersirat).
Tiga ciri utama yang menandai
wujud atau bentuk komunikasi verbal dan nonverbal.
a.
Lambang-lambang non-verbal digunakan paling awal
sejak kita lahir di dunia ini, sedangkan setelah tumbuh
pengetahuan dan kedewasaan kita, barulah bahasa verbal kita pelajari.
b.
Komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding
komunikasi non-verbal. Bila kita pergi ke luar negeri misalnya dan kita tidak
mengerti bahasa yang digunakan oleh masyarakat di negara tersebut, kita bisa
menggunakan isyarat-isyarat non-verbal dengan orang-orang yang kita ajak
berkomunikasi.
c.
Komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih
intelektual dibanding dengan bahasa non-verbal yang lebih merupakan aktivitas
emosional. Artinya, bahwa dengan bahasa verbal, sesungguhnya kita
mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak, sementara melalui
bahasa nonverbal, kita mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan
kepribadian, perasaan dan emosi yang kita miliki.
Tipe-tipe komunikasi berikut
ini :
|
Komunikasi vokal
|
Komunikasi non-vokal
|
Komunikasi verbal
|
Bahasa lisan
|
Bah tertulisas
|
Komunikasi non-verbal
|
Nada suara
|
isyarat
|
Desah
|
gerakan
|
jeritan
|
penampilan
|
Kualitas vokal
|
Expresi wajah
|
Sumber : Ronald B. Adler,
George Rodman, Understanding Human Communication, Second edition
Tabel tipe-tipe komunikasi diatas dapat dibaca
sebagai berikut:
Komunikasi verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah bahasa lisan,
sedang yang tergolong dalam komuikasi non-vokal adalah bahasa tertulis.
Sementara komunikasi non-verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah
nada suara, desah, jeritan dan kualitas vocal; dan yang termasuk dalam
klasifikasi komunikasi non-vokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan
(fisik), ekspresi wajah dan sebagainya. Atau kita dapat membaca tabel diatas
secara terbalik, diawali dengan komunikasi vokal dan non-vokal terlebih dahulu.
Batasan lain
mengenai komunikasi non-verbal dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu :
Frank E.X. Dance dan Carl E. Larson: Komunikasi non-verbal adalah sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi
simbolik untuk memaknainya (a stimulus
not dependent on symbolic content for meaning).
Edward Sapir: Komunikasi
non-verbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimana pun juga,
diketahui oleh tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written nowhere,
known to none, and understood by all).
Malandro dan Barker yang
dikutip dari Ilya Sunarwinadi: komunikasi Antar Budaya memberikan
batasan-batasannya sebagai berikut :
·
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi tanpa
kata-kata
·
Komunikasi non-verbal terjadi bila individu
berkomunikasi tanpa menggunakan suara
·
Komunikasi non-verbal adalah setiap hal yang
dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain
·
Komunikasi non-verbal adalah studi mengenai
ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan
lain-lain.
Perbedaan
antara Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Secara
sekilas telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini, bahwa antara komunikasi
verbal dan non-verbal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
dalam arti kedua bahasa tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu
makna. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan-perbedaan.
Dalam
pemikiran Don Stacks dkk. ada tiga perbedaan utama diantara keduanya
yaitu kesengajaan pesan (the
intentionality of the massage), tingkat simbolisme
dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or
message), dan mekanisme pemrosesan (processing
mechanism).
Kesengajaan
Satu perbedaan utama antara
komunikasi verbal dan non-verbal adalah persepsi mengenai niat (intent). Pada
umumnya niat ini menjadi lebih penting ketika kita membicarakan lambang atau
kode verbal.
Michael
Burgoon dan Michael Ruffner menegaskan bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi, kalau pesan tersebut :
o Dikirimkan oleh sumber dengan
sengaja
o Diterima oleh penerima secara
sengaja pula
Komunikasi non-verbal
tidak banyak dibatasi oleh niat (intent) tersebut. Persepsi
sederhana mengenai niat ini oleh seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan
menjadi komunikasi non-verbal. Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang
dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan
komunikasi verbal. Selain itu, komunikasi non-verbal mengarah pada norma-norma
yang berlaku, sementara niat atau intent tidak terdefinisikan dengan jelas.
Misalnya, norma-norma untuk penampilan fisik. Kita semua berpakaian , namun
beberapa sering kita dengan sengaja berpakaian untuk sebuah situasi tertentu?
Beberapa kali seorang teman member komentar terhadap penampilan kita ? persepsi
receiver mengenai niat ini sudah cukup untuk memenuhi persyaratan guna
mendefinisikan komunikasi nonverbal.
Perbedaan-perbedaan
Simbolik (Symbolic Differences)
Komunikasi verbal dengan sifat-sifatnya merupakan
suatu bentuk komunikasi yang diantarai
(mediated form of communication). Dalam arti kita mencoba mengambil
kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada suatu pilihan kata.
Kata-kata yang digunakan adalah abstraksi yang telah disepakati maknanya,
sehingga komunikasi verbal bersifat intensional dan harus ‘dibagi’ diantara
orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi.
Sebaliknya,
komunikasi non-verbal lebih alami,
ia beroperasi sebagai norma dan perilaku yang didasarkan pada norma. Mehrabian
menjelaskan bahwa komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa
non-verbal bersifat implicit. Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat
didefinisikan melalui sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan-aturan
sintaksis, namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informal mengenai
signifikansi beragam perilaku non-verbal.
Mengakhiri
bahasan mengenai perbedaan simbolik ini, kita mencoba untuk melihat
ketidaksamaan antara tanda (sign) dengan
lambang (symbol). Tanda adalah
sebuah representasi alami dari suatu kejadian atau tindakan. Ia adalah apa yang
kita lihat atau rasakan. Sendangkan lambang mempresentasikan tanda melalui
abstraksi.
Komunikasi verbal lebih spesifik dari bahasa
non-verbal, dalam arti ia dapat dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama
dalam sebuah cara yang berubah-ubah, sedangkan bahasa kontroversi lebih
mengarah pada reaksi-reaksi alami seperti perasaan atau emosi.
Mekanisme
Pemprosesan
Perbedaan
ketiga antara komunikasi verbal dan non-verbal berkaitan dengan bagaimana kita
memproses informasi. Semua informasi termasuk komunikasi diproses melalui otak, kemudian otak
kita tersebut menafsirkan informasi
ini lewat pikiran yang berfungsi mengendalikan perilaku-perilaku fisiologis
(refleks) dan sosilogis (perilaku yang dipelajari dan perilaku social).
Satu
perbedaan utama dalam pemrosesan ada dalam tipe informasi pada setiap belahan
otak. Secara tipikal, belahan otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-ubah, sementara belahan otak
sebelah kanan, tipe informasinya
lebih berkesinambungan dan alami.
Berdasarkan
pada perbedaan tersebut, pesan-pesan verbal dan non-verbal berbeda dalam
konteks struktur pesannya. Komunikasi non-verbal kurang terstruktur.
Aturan-aturan yang ada ketika berkomunikasi secara non-verbal adalah lebih
sederhana dibanding komunikasi verbal yang mempersyaratkan aturan-aturan tata
bahasa dan sintaksis. Komunikasi non-verbal secara tipikal diekspresikan pada
saat tindak komunikasi berlangsung.
Tidak seperti
komunikasi masa lalu atau komunikasi masa mendatang. Selain itu, komunikasi
non-verbal mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks dimana interaksi
tersebut terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks
tersebut.
Beberapa
Pendekatan dalam Teori Komunikasi Non-verbal
Permulaan
dari studi komunikasi non-verbal modern seringkali diidentifikasikan dengan
karya Darwin, "The Expression of
Emotions in Man and Animals". Perhatian Darwin terhadap komunikasi
non-verbal terutama berkaitan dengan fungsinya sebagai sebuah teori untuk
menjelaskan mengenai penampilan (theory of performance), sebuah cara berpidato
yang mengindentifikasikan suasana hati, sikap atau perasaan.
Dari karya
Darwin ini, perhatian komunikasi non-verbal telah memunculkan kajian antar
disiplin. Dari hasil karyanya pula, telah dikembangkan tiga perspektif teoritis, yaitu the ethological approach (studi
mengenai kesamaan-kesamaan antara perilaku manusia dengan perilaku binatang),
the anthropological approach dan the functional approach.
1.
Ethological Approach (Pendekatan Etologi)
Menurut
Darwin, emosi manusia seperti halya emosi dari binatang dapat dilihat dari
wajahnya. Darwin mengasumsikan bahwa komunikasi non-verbal dari makhluk hidup
yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangannya
seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi non-verbal pada budaya
manapun esensinya sama, karena komunikasi non-verbal tidak dipelajari, ia
adalah bagian alami dari keberadaan manusia. Dua contoh etologis yang sering
disebut-sebut adalah senyuman dan
ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur manapun juga.
2.
Teori Struktur Kumulatif
Dalam
teorinya ini, Ekman dan Friesen memfocuskan analisisnya pada makna yang
diasosiasikannya dengan kinesic. Teori mereka disebut 'cumulative structure' atau ‘meaning centered’ karena lebih banyak membahas mengenai makna
yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur
perilaku. Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi non-verbal merefleksikan
dua hal: apakah suatu tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus
menyertai pesan verbal.
Hal ini
dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang menceritakan kepada gerak
tangannya yang menunjukkan tinggi dan ekpresi wajah yang gembira. Gerak tangan
yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan
verbal, jadi tindakan ini disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya
dengan wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa
bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah
manambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara kedua orang
tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai ‘expressive behavior’.
Selanjutnya,
Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima
kategori dari expressive behavior yaitu emblem, illustrator, regulator
dan penggambaran perasaan, dimana masing-masing memberikan kedalaman pada makna
yang berkaitan dengan situasi komunikasi.
Emblem
adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang
memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri
sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian atau ucapan
selamat jalan yang dapat digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol,
atau lambaian tangan.
Illustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi
pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk
menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan
yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
Regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan,
misalnya giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator dalam percakapan
antara lain adalah senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat
alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur
arus informasi pada suatu situasi percakapan.
Adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan
menciptakan kenyamanan batu tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari
adaptor, yaitu ‘self’
(seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung) dan ‘object (menggigit pensil, memainkan
kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau
perilaku negatif.
Pengambaran
emosi atau effect display yang dapat
disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri.
Menurut Ekman dan Friesen, terdapat tujuh
bentuk affect display yang berbeda dapat diungkap secara bersamaan dan
bentuk seperti ini disebut affect
blend.
3.
Teori Tindakan (Action Theory)
Morris juga
mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada
tindakan. Dia mengasumsikan bahwa perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya,
melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang
terpisah-pisah. Menurutnya, terdapat lima kategori yang berbeda dalam tindakan yaitu;
1.
Inborn (pembawaan) merupakan instink yang memiliki sejak lahir, seperti perilaku
menyusu
2.
Discovered (ditemukan), diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetic
tubuh, seperti menyilangkan kak
3.
Absorp (diserap), diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang
lain (biasanya teman) seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang.
4.
Trained (dilatih), diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik, dan
sebagainya.
5.
Mixed (campuran), diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup keempat
hal di atas.
4.
Anthropological Approach (Pendekatan
Antropologi)
Pendekatan
antropologis menganggap komunikasi non-verbal terpengaruh oleh kultur atau
masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall.
5.
Analogi Lingustik
Dalam
teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi non-verbal memiliki
struktur yang sama dengan komunikasi verbal. Bahasa distrukturkan atas bunyi
dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang disebut dengan kata. Kombinasi kata
dalam suatu konteks akan membentuk kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat
akan membentuk paragraph. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi
dalam konteks non-verbal, yaitu terdapat ‘bunyi non-verbal’ yang disebut allokines (suatu gerakan tubuh
terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi). Kombinasi allokines akan
membentuk kines dalam suatu bentuk yagn serupa dengan bahasa verbal, yang dalam
teori ini disebut sebagai analogi linguistic.
6.
Analogi Kultural
Analogi
cultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi non-verbal
dari aspek proxemics dan chronemics.
Teori Hall mengenai proxemics mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekspresi
specific dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang yang disebutnya sebagai lingkungan, territorial, dan personal.
Lebih lanjut dia mengemukakan adanya tiga jenis ruang masing-masing dengan norma
dan ekspektasi yang berbeda, yaitu informal space, ruang terdekat yang
mengitari kita (personal space), fixed feature space yaitu benda disekitar
lingkungan dekat kita yang realatif sulit bergerak atau dipindahkan seperti
rumah, tembok dan lain-lain. Semifixed-feature space yaitu barang-barang yang
dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature space.
Salah satu
aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya mengenai preferensi dalam personal space.
Menurutnya, preferensi ruang seseorang ditentukan oleh tujuh faktor yang saling berkaitan yang tedapat dalam tiap
kultur. Yang pertama adalah Jenis
kelamin dan posisi dari
setiap orang yang saling berinteraksi, yaitu lelaki atau perempuan dan apakah
mereka duduk, berdiri dan sebagainya. Kedua, sudut pandang yang terbentuk oleh bahu dan dada/pungung dari orang
yang berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (factor kinesthetic).
Ketiga, sentuhan dan jenis sentuhan
(factor zero-proxemic). Keempat, frekuensi
dan cara-cara kontak mata (factor visual code). Kelima, persepsi tentang panas tubuh yang
dapat dirasakan ketika berinteraksi (factor thermal code). Keenam, odor atau bau yang tercium ketika
berinteraksi. Tujuh, kerasnya atau
volume suara dalam interaksi.
Dalam
analisisnya mengenai chronemics atau waktu sebagai salah satu tanda non-verbal,
Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu ditentukan dalam berbagai kultur
dalam bentuknya yang berbeda-beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan formal-time, informal-time, dan
technical-time. Formal-time mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai,
memiliki durasi dan kedalaman. Informal time biasanya didefinisikan secara
longgar dalam kultur, dan bekerja pada tataran psikologis dan sosiologis serta
diungkapkan melalui individu atau kelompok.
Komunikasi
Verbal + Non Verbal (Campuran)
Komunikasi campuran adalah komunikasi gabungan antara
komunikasi verbal dan non-verbal. Berikut merupakan contoh dari komunikasi
campuran, yaitu :
1.
Ketika seseorang mengatakan menolak sesuatu dia tidak
hanya mengatakan dengan mengucapkan kata “tidak” namun juga disertai “gelengan
kepala” atau “jari telunjuk yang bergerak kekiri dan kekanan”
2.
Pada saat akhir pertemuan, seseorang yang berpamitan
tidak hanya mengucapkan salam perpisahan/selamat tinggal namun juga melambaikan
tangan
3.
Ketika orang marah dia tidak hanya mengucapkan
kata-kata kekesalan namun juga menggebrak meja dengan nada suara yang tinggi
4.
Dalam suatu pertemuan, pada saat bertemu dengan teman
lama, seseorang tidak hanya mengucapkan “hai” namun juga “mengulurkan tangan
untuk bersalaman”
5.
Ketika seseorang memenangkan suatu pertandingan,
selain dia mengucapkan “hore aku menang”, dia juga melompat dengan menunjukkan
ekspresi wajah kegirangan